Sosok Pembunuh Berantai Pertama dalam Sejarah

Sosok Pembunuh Berantai Pertama dalam Sejarah

Sosok
Sosok Pembunuh Berantai Pertama dalam Sejarah

dunialain.xyz – Gilles de Rais adalah pahlawan dalam Perang Seratus Tahun, diangkat sebagai Marshal atau pangkat tertinggi dalam kemiliteran Prancis pada usia 25, dan berperang dengan panglima legendaris Joan of Arc.

Namun, pencapaiannya yang gilang-gemilang di medan perang tertutup oleh reputasinya yang mengerikan. Ia dituduh membunuh 150 anak di Prancis selama Abad ke-15. Gilles de Rais diakui sebagai sosok pembunuh berantai pertama yang tercatat dalam sejarah.

Karier de Rais berakhir seiring meninggalnya Joan of Arc pada 1431. Pria itu menggunakan banyak kala di tempat tinggalnya yang luas. Ia adalah salah satu orang terkaya di Prancis Barat.

Namun, de Rais menggunakan kekayaannya dengan sembrono. Ia membelanjakan duwit dalam kuantitas besar untuk belanja barang-barang dekorasi, banyak pelayan, kesibukan militer, pertunjukan musik, dan barang-barang seni.

Penjualan tanah leluhur untuk membiayai jenis hidup mewahnya menyebabkan bangsawan itu berselisih mengerti dengan keluarga besarnya.

Seperti dikutip berasal dari web Encyclopedia Britannica, pada tahun-tahun berikutnya, de Rais kiam tertarik dengan agama dan keselamatan diriya. Pada 1433 ia membiayai pembangunan kapel yang ia sebut sebagai Kapel Orang-Orang Suci Tak Bersalah. “Demi kebahagiaan jiwa,” itu dalihnya.

De Rais memilih sendiri bocah-bocah yang turut dalam kombinasi suaranya. Ia lantas terhitung tertarik dengan okultisme, yang garap dapat jadi solusi untuk menyelamatkan keuangannya yang kolaps dengan cepat — dengan mempekerjakan ahli alkemia dan tukang sihir.

Sementara itu, rumor terasa beredar. Satu demi satu anak hilang di kira-kira kastil de Rais.

Kala itu, adalah hal lumrah jika anak-anak lelaki dipisahkan secara permanen berasal dari orangtua mereka jika diambil oleh bangsawan sebagai pembantu atau pelayan.

Sejumlah saksi mengaku menyaksikan para pembantu sang bangsawan menyingkirkan lusinan jasad anak di salah satu istananya pada tahun 1437. Namun, sebab was-was dan terasa kalah secara status, keluarga para korban memilih diam.

De Rais tidak ditangkap sampai 15 September 1440, ketika dia menculik seorang pendeta sesudah perselisihan yang tidak ada hubungannya dengan pembunuhan.

Dia lantas diadili di pengadilan gereja dan sipil untuk berbagai pelanggaran terhitung bidaah, sodomi, dan pembunuhan pada lebih berasal dari 100 anak.

Di bawah ancaman penyiksaan, de Rais mengakui tuduhan itu dan melukiskan penyiksaan pada belasan anak yang diculik oleh para pembantunya selama hampir satu dekade. Dia dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar dan digantung di Nantes pada 26 Oktober 1440.

Korban Konspirasi?

Namun, sejumlah orang mengaku yakin, de Rais tak bersalah. Ia diakui korban konspirasi Gereja, dituduh secara salah sebab kekayaannya yang besar dan koneksi politiknya ke Joan of Arc — yang diadili sebab bidah dan dieksekusi 10 tahun sebelumnya.

Pada tahun 1992, seorang psejarawan bernama Gilbert Prouteau dipekerjakan oleh dewan pariwisata Breton untuk menulis biografi berkenaan Gilles de Rais.

Prouteau secara sensasional perlihatkan bahwa de Rais tidak bersalah dan mengajukan apa yang dianggapnya bukti kuat untuk menunjang fakta bahwa de Rais adalah korban pengkhianatan politik.

Meskipun bukunya, Gilles de Rais ou la Gueule du Loup jadi buku terlaris di Prancis, tidak dulu diterjemahkan ke dalam bhs Inggris.

“Apa yang mereka temukan dan dapatkan selama penyelidikan? Bukan apa-apa, bukan petunjuk. Bukan gigi. Bukan jejak, bukan rambut. Tidak seorang pun saksi yang dapat mengatakan:’Saya melihatnya,” tulis Prouteau layaknya dikutip berasal dari www.atlasobscura.com.

Asal Usul Bendera Nazi

Tak cuma penangkapan Gilles de Rais, sejumlah peristiwa bersejarah terhitung berjalan pada tanggal 15 September.

Pada 15 September 1935, pemerintah Jerman mengambil alih ketetapan penting yang merubah laku sejarah.

Para pejabat Nazi memutuskan UU Nuremberg, yang mencabut hak dan standing kewarganegaraan Jerman bagi komunitas Yahudi serta mengharamkan pernikahan atau jalinan asmara antara kaum tersebut dengan Bangsa Arya yang ‘berdarah murni’.

Pada hari yang mirip terhitung disahkan bendera baru, berlatar merah dengan simbol Swastika hitam dalam lingkaran putih.

Sejak kala itu, imej Swastika lekat dengan Nazi — yang membawa panji-panji yang menyandangnya kala menyebar angkara, melaksanakan kekejaman dan pembantaian yang dikerjakan grup itu, terhitung menyebabkan pertempuran paling mengakibatkan kerusakan di muka Bumi, Perang Dunia II.

Padahal, Swastika adalah simbol kuno yang punya peristiwa panjang selama 12 ribu tahun. Sebagai simbol keberuntungan di berbagai budaya di dunia.

Dalam Bahasa Sansekerta, swastika berarti “keselamatan atau kesejahteraan”. Merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam kebiasaan Hindu. Juga Buddha dan Jain selama ribuan tahun.

Dan yang tak banyak diketahui orang, Swastika terhitung berakar di budaya kuno Eropa.

Lambang yang mirip digunakan masyarakat kuno Yunani, Celtic, Anglo-Saxon, dan ditemukan di sejumlah artefak berasal dari masa lampau di Eropa Timur, berasal dari Baltik sampai Balkan.

National Museum of the History of Ukraine apalagi perlihatkan figur burung betina berasal dari gading mamoth (gajah purba) yang ditemukan pada 1908 di pemukiman Palaeolitikum di Mezin, dekat perbatasan dengan Rusia — yang menyandang pola rumit kombinasi Swastika.

Pada masa modern, orang Barat yang bepergian ke Asia, terinspirasi oleh sisi positif dan kaitannya dengan budaya kuno, dan terasa menggunakannya di kampung halaman. Pada awal Abad ke-20, nampak tren gunakan swastika sebagai simbol keberuntungan.

Dalam bukunya, The Swastika: Symbol Beyond Redemption?, penulis buku berkenaan desain grafis Steven Heller mengatakan, orang-orang Barat kala itu antusias menggunakannya sebagai motif arsitektural, di iklan-iklan, apalagi desain produk.

“Coca-Cola menggunakannya. Juga Carlsberg pada botol birnya. Pun dengan Boy Scouts (organisasi kepanduan semacam Pramuka), apalagi Girls’ Club of America menamakan majalahnya ‘Swastika’. Mereka apalagi mengirimkan lencana swastika kepada para pembaca muda sebagai hadiah,” kata Steven Heller, layaknya dimuat BBC.

Lambang swastika terhitung digunakan unit militer AS selama Perang Dunia II. Juga dapat dicermati di pesawat-pesawat Royal Air Force (RAF) sampai tahun 1939. Simbol itu tambah jarang digunakan pada tahun 1930-an kala Nazi naik ke tampuk kekuasaan di Jerman.

Padahal, swastika yang digunakan Nazi tidak sama dengan yang aslinya — berputar Sejalan jarum jam.

You May Also Like

More From Author