Alberto Fujimori Mantan Presiden Peru Dipenjara

dunialain.xyz – Alberto Fujimori, mantan Presiden Peru, dinyatakan bersalah atas penculikan dan pembunuhan dan dijatuhi hukuman 25 tahun penjara tepat pada hari ini, 15 tahun lalu.
Putusan ini diakui bersejarah karena merupakan cara mutlak didalam menegakkan keadilan untuk masalah pelanggaran hak asasi manusia di Amerika Latin.
Sebuah panel tiga hakim mengungkap bahwa Fujimori yang berusia 70 tahun pada saat itu bersalah karena mengotorisasi military death squad (skuad kematian militer) sepanjang “perang kotor” negara pada pemberontak Maois pada tahun 1990-an. Demikian layaknya dikutip berasal dari The Guardian, Minggu (7/4/2024).
Pengadilan yang diselenggarakan sepanjang 15 bulan di sebuah basis polisi pasukan spesifik di luar ibu kota, Lima, kali pertama mengadili seorang pemimpin Latin Amerika yang terpilih secara demokratis di tanah airnya sendiri atas pelanggaran hak asasi manusia.
Hakim Cesar San Martin berikan mengerti pengadilan, “Pengadilan ini memperlihatkan bahwa keempat tuduhan terhadapnya udah terbukti di luar kecurigaan wajar.”
Kasus maraton ini melibatkan 80 saksi, 160 sesi, dan putusan sepanjang 711 halaman. Penuntutan pada bekas kepala negara yang terlibat didalam kejahatan jadi suatu tren yang tengah berjalan pada saat itu.
“Setelah bertahun-tahun hindari keadilan, Fujimori kelanjutannya bertanggungjawab atas sebagian kejahatannya,” kata Maria Mcfarland, seorang peneliti Human Rights Watch yang hadir.
“Dengan putusan ini, dan kinerja yang luar biasa sepanjang persidangan, pengadilan Peru udah memperlihatkan kepada dunia bahwa mantan kepala negara pun tidak mampu menginginkan dirinya mampu bebas berasal dari kejahatan serius.”
Adanya Bantahan
Di luar pengadilan, berjalan pertikaian fisik yang intens pada kelompok pendukung dan penentang mantan Presiden Fujimori, menggarisbawahi perbincangan berkenaan apakah ia pahlawan atau penjahat.
Sebagai seorang kanselir kampus dan tidak punyai latar belakang politik yang tiba-tiba mampu memenangkan kekuasaan pada tahun 1990 didalam pemilihan presiden, Fujimori sukses menangani pemberontakan teroris dan mengendalikan inflasi tinggi agar ia diakui udah membuka jalan menuju stabilitas negara di Peru.
Namun, masa pemerintahannya yang otoriter tercemar oleh tindakan korupsi dan kekerasan berlebihan. Situasi selanjutnya kelanjutannya menggapai puncaknya pada tahun 2000 agar Fujimori melarikan diri ke tanah kelahiran orang tuanya, Jepang, dan mengirimkan surat pengunduran diri melalui faksimil.
Fujimori lantas mencoba untuk lagi ke politik pada tahun 2005 kala ia terbang ke Chili menjelang pemilihan presiden Peru, tetapi ia ditangkap dan diekstradisi pada tahun 2007.
Ia membantah kesalahannya dan mengatakan berhak untuk mendapat penghargaan karena menyelamatkan Peru berasal dari anarki.
“Saya memerintah berasal dari neraka, bukan istana,” ujar Fujimori kepada pengadilan. Ia menyalahkan mantan kepala spionase-nya, Vladimiro Montesinos, atas segala kelebihan kontra-pemberontakan.
Banyaknya Korban Jiwa
Selama pemberontakan oleh kelompok kiri Tupac Amaru dan Maoist Shining Path di Peru, diperkirakan lebih kurang 70.000 orang tewas.
Menurut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Peru, lebih kurang 37% orang udah dibunuh oleh militer.
Pengadilan kelanjutannya menghukum Fujimori atas kematian 25 orang didalam dua pembantaian dan penculikan seorang pengusaha dan juga wartawan. Pembantaian selanjutnya dilakukan oleh unit Colina, yang terdiri berasal dari perwira intelijen militer yang udah dilatih secara khusus.
Pada pembantaian pertama, unit militer ini gunakan senjata yang dilengkali bersama dengan peredam suara untuk menembak 15 orang di sebuah acara barbekyu ayam di Lima pada tahun 1991. Mereka tidak benar mengira bahwa para korban adalah simpatisan gerilya.
Lalu pada tahun berikutnya, mereka menculik dan “menghilangkan” sembilan mahasiswa dan juga profesor.