Kisah Nyata Pembantaian Satu Keluarga
dunialain.xyz – Mikio Miyazawa, 44 tahun, memboyong keluarganya pindah ke sebuah tempat tinggal di kurang lebih Jalan Kamisoshigaya, Setagaya, Tokyo, Jepang, terhadap 1991. Mereka duduki tempat tinggal bersebelahan bersama dengan tempat tinggal yang ditempati mertua dan kakak iparnya. Rumah mereka juga tak jauh dari taman bermain anak-anak, Taman Kereta Choo-Choo.
Mikio merupakan pekerja kantoran. Istrinya, Yasuko, 41 tahun, berprofesi sebagai guru pribadi di rumah. Kedua pasangan ini punyai seorang putri bernama Nina, 8 tahun, dan putra bernama Rei, 6 tahun. Di sedang mengasuh anak-anaknya, Yasuko juga mengajar anak-anak secara privat.
Saat keluarga Mikio pertama kali tinggal di Kamisoshigaya, nampak ratusan tempat tinggal tetangga berjejeran. Tapi, seiring selagi berjalan, nyaris sembilan tahun lamanya, satu per satu tempat tinggal warga menghilang. Pemiliknya banyak yang menjual tempat tinggal dan pindah ke daerah lainnya di Tokyo.
Hingga tahun 2000, permukiman itu tinggal menyisakan empat tempat tinggal saja. Salah satunya tempat tinggal yang diisi keluarga Mikio, mertua, dan kakak iparnya, serta dua tetangga lainnya. Kawasan itu digusur untuk proyek perluasan lahan Taman Soshigaya oleh pemerintah Tokyo.
Mikio sebetulnya bermaksud menjual tempat tinggal dan pindah ke daerah lain, tapi urung. Pertimbangannya adalah masalah tumbuh kembang ke dua anaknya di daerah baru nanti. Dia dan Yasuko kuatir anaknya yang masih kecil ada problem beradaptasi di daerah baru. Lebih-lebih ibu Yasuko, Asahi Geino, hidup sendiri di tempat tinggal kakak iparnya, An, yang pergi merantau ke Inggris.
Kehidupan keluarga Mikio memadai harmonis. Tapi kedamaian beralih menjadi malapetaka tragis sebab sebuah kejadian terhadap 30 Desember 2000 malam. Mikio, Yasuko, Nina, dan Rei ditemukan terbunuh secara sadis oleh seseorang tak dikenal. Hingga kini, 23 tahun setelahnya, pihak kepolisian Tokyo belum berhasil mengungkap dan menangkap pelaku pembunuhan tersebut.
Kasus berikut menjadi berita utama di tempat Jepang dan menjadi sorotan internasional. Dikutip dari Asahi Shimbun dan Japan To Day, pembunuhan itu diketahui oleh mertua Mikio, Asahi Geino, selagi mendatangi tempat tinggal anak dan menantunya terhadap 31 Desember 2000 pagi, kurang lebih pukul 10.00 selagi Tokyo.
Awalnya, Asahi berulang kali menghubungi putrinya melalui interkom. Merasa heran sebab tidak ada jawaban serupa sekali, Asahi berjalan kaki ke sebelah rumahnya. Dia sanggup masuk ke di dalam tempat tinggal sebab sebetulnya punyai kunci cadangan. Ketika pintu tempat tinggal terbuka, Asahi menjerit.
Dia melihat menantunya Mikio Miyazawa tergeletak berlumuran darah di ruang utama lantai satu. Asahi langsung memanggil putrinya, Yasuko, dan ke dua cucunya, Nina dan Rei. Alangkah terkejutnya nenek itu mendapati putrinya juga tewas berlumuran darah bersama dengan ke dua cucunya di lantai dua.
Mendengar jeritan Asahi, tidak benar satu kerabatnya datang. Dia pun terkejut melihat pemandangan yang mengerikan tersebut. Dia tersadar dan langsung menyambar gagang telepon untuk menghubungi polisi. Tidak perlu selagi yang lama, satu per satu polisi singgah ke tempat tinggal keluarga Mikio.
Polisi langsung menempatkan police line dan lakukan olah daerah kejadian perkara. Tim forensik pun singgah untuk lakukan penyelidikan. Dugaan polisi, pembunuh keluarga Miyazawa masuk melalui jendela kecil kamar mandi di lantai dua. Pelaku pertama kali membunuh Rei, yang sedang tidur, bersama dengan langkah dicekik lehernya hingga tewas.
Pelaku langsung turun ke lantai satu dan mendapati Mikio yang sedang selesaikan pekerjaan kantornya. Melihat orang asing singgah membawa pisau, Mikio lakukan perlawanan. Tapi nahas, Mikio kalah bersaing fisik. Dia mengalami luka tusuk di ke dua tangannya, paha, bokong, dan bagian dada yang mematikan.
Setelah menghabisi nyawa Mikio, pelaku kembali ke lantai dua melacak Yasuko dan Nina yang tidur di loteng di atas lantai dua. Pelaku naik tangga kecil yang ada di dekat toilet lantai dua menuju loteng itu. Melihat korbannya tertidur lelap, pelaku langsung menyerang bersama dengan menusukkan pisau ke muka dan leher Yasuko.
Perempuan itu terbangun dan berupaya kabur bersama dengan menggendong Nina untuk melarikan diri. Tapi pelaku mengejarnya dan menghunjamkan pisau ke kepala Yasuko hingga ambruk. Sementara itu, Nina dipukul hingga tewas di daerah yang sama. Keduanya ditemukan meringkuk saling membelakangi punggung.
Setelah suka membunuh, pelaku menuju dapur di lantai satu. Dia terhubung lemari es dan mengambil lebih dari satu cup es krim untuk dimakan. Lalu, dia juga sempat menyeduh minuman teh hangat. Dia sempat membalut luka di tangan kanannya akibat tersayat pisau patah yang digunakan untuk membunuh para korbannya.
Lantas pelaku mengobrak-abrik lemari dan laci yang ada di lantai satu dan dua. Dia mengeluarkan isinya, juga mengambil uang 150 ribu yen (setara bersama dengan USD 1.500). Diduga, pelaku masih berada di tempat tinggal itu terhadap pukul 01.00 selagi Tokyo.
Pasalnya, terhadap jam tersebut, pelaku sempat terhubung internet melalui komputer kerja milik Mikio. Ia sempat berselancar di dunia maya dan membawa dampak folder. Kemungkinan besar pelaku kabur pada pukul 01.30 dan pagi hari. Pelaku banyak meninggalkan jejak sepatu di di dalam dan luar rumah. Dia juga meninggalkan tas pinggang, pakaian sweater, dan pisau patah.
Namun usaha kepolisian Tokyo mengungkap masalah pembunuhan keluarga Mikio Miyazawa buntu. Hingga kini, udah ada 246 ribu petugas penegak hukum, detektif, pakar kriminologi, dan pakar forensik yang dilibatkan di dalam penyelidikan. Polisi juga menerima 16 ribu informasi dari masyarakat, tapi pembunuhnya selamanya masih menjadi buron.
Polisi sempat mengeluarkan sayembara bagi pihak lain, juga masyarakat, yang mengerti identitas atau menangkap pembunuh tersebut. Bahkan polisi menaikkan hadiah uang dari 3 juta yen menjadi 20 juta yen. Kini tim penegak hukum yang masih ditugaskan secara full time mengungkap masalah pembunuhan itu berjumlah 40 orang.
Polisi Tokyo juga udah lakukan tes deoxyribonucleic acid (DNA) terhadap bercak darah punyai pelaku yang diketahui bergolongan A. Dari asumsi tes DNA, pelaku diketahui punyai ibu keturunan Eropa. Kemungkinan berasal dari negara dekat Laut Mediteranian atau Laut Adriatik.
Dari asumsi kromosom Y, diketahui ayah si pembunuh adalah keturunan Asia, layaknya Korea, China, dan Jepang. Pelaku dipercayai punyai tinggi badan kurang lebih 170 cm bersama dengan tubuh kurus. Tim spesifik dari Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo bekerja serupa bersama dengan para penyelidik dari luar negeri untuk mengungkapnya.
Yang menarik, temuan terbaru adalah pelaku dianggap seorang pria berasal dari Korea Selatan yang disebut sebagai ‘K’. Sementara itu, di di dalam buku berjudul Setagaya Ikka Satsujin Jiken: Jugonen-me no Shin Jijitsu (Kasus Pembunuhan Keluarga Setagaya: 15 Tahun, Fakta-fakta Baru) yang ditulis oleh Fumiya Ichihashi terhadap 5 Desember 2015, disebut inisial pelaku lainnya adalah ‘R’.
Ichihashi, mantan jurnalis investigasi kawakan Jepang dari Mainichi Shimbun, mengatakan bukti yang ditemukan di TKP adalah partikel tanah/pasir yang ditelusuri ke Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan. Dia menduga pelaku punyai motif uang. Pasalnya, pelaku dianggap mengerti betul mengenai warga di kawasan Kamisoshigaya menerima uang pindah penggusuran.
Pelaku yang dianggap bernama ‘K’ ini udah menyuruh pelaku bernama ‘R’ untuk lakukan eksekusi. Ichihashi juga mengklaim udah lakukan ‘kontak’ bersama dengan ‘R’, yang diekspresikan sebagai mantan bagian militer Korea Selatan. Dia berhasil memperoleh sidik jari R, yang dipercayai serupa bersama dengan sidik jari yang ditemukan polisi di TKP.
Tapi buku itu masih merupakan teka-teki penuh misteri dan sarat dugaan belaka. Publik tidak dulu menjadi suka apabila pelaku belum tertangkap. Lebih-lebih bagi keluarga korban pembunuhan tersebut, yang tunggu keadilan.