Kenapa Dinamakan Muara Angke?

Kenapa Dinamakan Muara Angke?

Kenapa
Kenapa Dinamakan Muara Angke?

dunialain.xyz – Kenapa dinamakan Muara Angke? Ternyata ini berawal berasal dari moment pembantaian 10.000 manusia pada ratusan tahun yang lalu. Muara Angke merupakan salah satu wilayah yang berada di kawasan Jakarta Utara.

Letaknya dekat bersama dengan daerah pelelangan ikan (TPI) Muara Karang agar kini menjadi Pelabuhan Terpadu. Selain tenar bersama dengan daerah berkumpulnya hasil melaut para nelayan, Muara Angke terhitung persis bersama dengan banjir rob. Seperti halnya yang sedang terjadi kala ini, semua kawasan tergenang air luapan berasal dari laut.

Telah lebih berasal dari sepekan kawasan yang masuk Kelurahan Kapuk Muara ini tergenang banjir rob. Ketinggian air berkisar 20-30 cm pada pagi hari. Namun ketinggian air makin meningkat pada siang dan sore hari.

Namun yang tidak banyak diketahui Muara Angke tidak cuma mengalami banjir rob. Namun lebih berasal dari 200 tahun silam, di kawasan ini terhitung dulu terjadi banjir darah karena pembantaian yang menjadi asal usul diberi nama Muara Angke.

Melansir laman DPRD Provinsi DKI Jakarta, Kamis (19/12/2024) nama Muara Angke disita karena letaknya yang berada di hilir berasal dari Kali Angke. Sedangkan Kali Angke namanya disita berasal dari salah satu Panglima Perang berasal dari Kesultanan Banten bernama Tubagus Angke.

Menurut buku Menyisir Jejak Betawi tahun 2010, nama Kali Angke pertama kali disebut setelah terjadi pembantaian pada etnis Tionghoa pada tahun 1740. Pembantaian ini diwarnai bersama dengan perebutan kekuasaan antara Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier, seorang pejabat Batavia bersama dengan Ketua Raad can Indie, Gustaaf Willem Baron van Imhoff.

Perebutan kekuasaan tersebut secara tidak langsung memengaruhi perekonomian yang membawa dampak kenaikan pajak dan terhitung pembatasan jumlah imigran Tiongkok. Karena hal tersebut, gejolak protes pun nampak berasal dari para Tionghoa di Batavia. Puncaknya, bentrokan pecah antara VOC dan etnis Tionghoa. Hal ini membawa dampak korban jiwa berkisar 7.000 hingga 10.000 berasal dari kubu Tionghoa pada kurun kala 09 hingga 10 Oktober 1740.

Jasad para korban ini kemudian dihimpun dan dibuang di sebuah saluran pembuangan yang menghubungkan antara Kali Angke dan Cisadane di Tangerang bernama Mookervaart River. Jasad-jasad ini membawa dampak air sungai yang pada awalnya jernih beralih menjadi merah darah.

Masyarakat Tionghoa yang lolos berasal dari pembantaian tersebut kemudian menyebut aliran sungai itu bersama dengan sebutan Angke. Kata “angke” berasal berasal dari bhs Hokkian yang terdiri berasal dari “ang” yang bermakna merah dan “ke” yang bermakna sungai atau kali.

Terlepas berasal dari nama Kali Angke, Muara Angke merupakan wilayah yang berada di hilir sungai ini. Oleh karena itu, namanya disebut Muara Angke atau muara berasal dari Kali Angke.

You May Also Like

More From Author