Tragedi Pembantaian Keluarga Miyazawa

Tragedi Pembantaian Keluarga Miyazawa

Tragedi
Tragedi Pembantaian Keluarga Miyazawa

dunialain.xyz – Mikio Miyazawa, 44 tahun, memboyong keluarganya tukar ke sebuah tempat tinggal di kurang lebih Jalan Kamisoshigaya, Setagaya, Tokyo, Jepang, pada 1991. Mereka menduduki tempat tinggal bersebelahan dengan tempat tinggal yang ditempati mertua dan kakak iparnya. Rumah mereka juga tak jauh berasal dari taman bermain anak-anak, Taman Kereta Choo-Choo.

Penemuan Arkeologi yang Menghebohkan Dunia: Treasures of Aztec
Resmi Beroperasi di Indonesia, Mahjong Ways Server Terbaru Sudah Aktif di Semua Lokasi
NIK e-KTP Atas Nama Anda Bisa Dapat Saldo Dana Rp2.500.000 dari Mahjong Ways, Segera Cek Sekarang Juga
Semua RTP PG Soft Sedang Bocor Diatas 90 Persen! Sudah Waktunya Menaklukan Para Bandar
Inilah 5 Aplikasi Game PG Soft yang Bisa Mendapatkan Saldo DANA Setiap Harinya
Beginilah Nasib Ojek Online yang Menggunakan Sisa Saldo Gopay Menjadi Jutaan di Mahjong Ways
Alesandro Budi: Sang Master yang Menaklukan Mahjong Ways, Rahasia Kesuksesannya Menginspirasi Banyak Pemain
Seorang Kuli Bangunan Nekad Mengakhiri Masa Kemiskinannya Dengan Bermain di Gates of Olympus
5 Game Online Penghasil Cuan Hari Ini, Mahjong Ways Menjadi Urutan Paling Pertama
Ternyata Bukan Sumsang ataupun iPhong yang Menjadi Favorit Untuk Bermain Mahjong Ways, Realmie Menjadi Pilihan Utama

Mikio merupakan pekerja kantoran. Istrinya, Yasuko, 41 tahun, berprofesi sebagai guru privat di rumah. Kedua pasangan ini memiliki seorang putri bernama Nina, 8 tahun, dan putra bernama Rei, 6 tahun. Di sedang mengasuh anak-anaknya, Yasuko juga mengajar anak-anak secara privat.

Saat keluarga Mikio pertama kali tinggal di Kamisoshigaya, muncul ratusan tempat tinggal tetangga berjejeran. Tapi, seiring waktu berjalan, hampir sembilan tahun lamanya, satu per satu tempat tinggal warga menghilang. Pemiliknya banyak yang menjual tempat tinggal dan tukar ke tempat lainnya di Tokyo.

Hingga tahun 2000, permukiman itu tinggal menyisakan empat tempat tinggal saja. Salah satunya tempat tinggal yang diisi keluarga Mikio, mertua, dan kakak iparnya, serta dua tetangga lainnya. Kawasan itu digusur untuk proyek perluasan lahan Taman Soshigaya oleh pemerintah Tokyo.

Mikio memang bermaksud menjual tempat tinggal dan tukar ke tempat lain, tetapi urung. Pertimbangannya adalah kasus tumbuh kembang ke dua anaknya di tempat baru nanti. Dia dan Yasuko cemas anaknya yang tetap kecil kesulitan beradaptasi di tempat baru. Lebih-lebih ibu Yasuko, Asahi Geino, hidup sendiri di tempat tinggal kakak iparnya, An, yang pergi merantau ke Inggris.

Kehidupan keluarga Mikio lumayan harmonis. Tapi kedamaian berubah menjadi malapetaka tragis karena sebuah perihal pada 30 Desember 2000 malam. Mikio, Yasuko, Nina, dan Rei ditemukan terbunuh secara sadis oleh seseorang tak dikenal. Hingga kini, 23 tahun setelahnya, pihak kepolisian Tokyo belum berhasil mengutarakan dan menangkap pelaku pembunuhan tersebut.

Kasus selanjutnya menjadi berita utama di fasilitas Jepang dan menjadi sorotan internasional. Dikutip berasal dari Asahi Shimbun dan Japan To Day, pembunuhan itu diketahui oleh mertua Mikio, Asahi Geino, waktu mengunjungi tempat tinggal anak dan menantunya pada 31 Desember 2000 pagi, kurang lebih pukul 10.00 waktu Tokyo.

Awalnya, Asahi berulang kali menghubungi putrinya lewat interkom. Merasa heran karena tidak tersedia jawaban serupa sekali, Asahi berjalan kaki ke sebelah rumahnya. Dia sanggup masuk ke didalam tempat tinggal karena memang memiliki kunci cadangan. Ketika pintu tempat tinggal terbuka, Asahi menjerit.

Dia memandang menantunya Mikio Miyazawa tergeletak berlumuran darah di area utama lantai satu. Asahi langsung memanggil putrinya, Yasuko, dan ke dua cucunya, Nina dan Rei. Alangkah terkejutnya nenek itu mendapati putrinya juga tewas berlumuran darah dengan ke dua cucunya di lantai dua.

Mendengar jeritan Asahi, tidak benar satu kerabatnya datang. Dia pun terkejut memandang panorama yang mengerikan tersebut. Dia tersadar dan langsung menyambar gagang telepon untuk menghubungi polisi. Tidak butuh waktu yang lama, satu per satu polisi datang ke tempat tinggal keluarga Mikio.

Polisi langsung menempatkan police line dan laksanakan olah tempat perihal perkara. Tim forensik pun datang untuk laksanakan penyelidikan. Dugaan polisi, pembunuh keluarga Miyazawa masuk lewat jendela kecil kamar mandi di lantai dua. Pelaku pertama kali membunuh Rei, yang sedang tidur, dengan langkah dicekik lehernya hingga tewas.

Pelaku langsung turun ke lantai satu dan mendapati Mikio yang sedang selesaikan pekerjaan kantornya. Melihat orang asing datang mempunyai pisau, Mikio laksanakan perlawanan. Tapi nahas, Mikio kalah berkompetisi fisik. Dia mengalami luka tusuk di ke dua tangannya, paha, bokong, dan bagian dada yang mematikan.

Setelah menghabisi nyawa Mikio, pelaku lagi ke lantai dua mencari Yasuko dan Nina yang tidur di loteng di atas lantai dua. Pelaku naik tangga kecil yang tersedia di dekat toilet lantai dua menuju loteng itu. Melihat korbannya tertidur lelap, pelaku langsung menyerang dengan menusukkan pisau ke muka dan leher Yasuko.

Perempuan itu terbangun dan mengusahakan kabur dengan menggendong Nina untuk melarikan diri. Tapi pelaku mengejarnya dan menghunjamkan pisau ke kepala Yasuko hingga ambruk. Sementara itu, Nina dipukul hingga tewas di tempat yang sama. Keduanya ditemukan meringkuk saling membelakangi punggung.

Setelah suka membunuh, pelaku menuju dapur di lantai satu. Dia terhubung lemari es dan mengambil alih sebagian cup es krim untuk dimakan. Lalu, dia juga sempat menyeduh minuman teh hangat. Dia sempat membalut luka di tangan kanannya akibat tersayat pisau patah yang digunakan untuk membunuh para korbannya.

Lantas pelaku mengobrak-abrik lemari dan laci yang tersedia di lantai satu dan dua. Dia mengeluarkan isinya, juga mengambil alih uang 150 ribu yen (setara dengan USD 1.500). Diduga, pelaku tetap berada di tempat tinggal itu pada pukul 01.00 waktu Tokyo.

Pasalnya, pada jam tersebut, pelaku sempat terhubung internet lewat computer kerja punya Mikio. Ia sempat berselancar di dunia maya dan menyebabkan folder. Kemungkinan besar pelaku kabur pada pukul 01.30 dan pagi hari. Pelaku banyak meninggalkan jejak sepatu di didalam dan luar rumah. Dia juga meninggalkan tas pinggang, baju sweater, dan pisau patah.

Namun upaya kepolisian Tokyo mengutarakan kasus pembunuhan keluarga Mikio Miyazawa buntu. Hingga kini, udah tersedia 246 ribu petugas penegak hukum, detektif, ahli kriminologi, dan ahli forensik yang dilibatkan didalam penyelidikan. Polisi juga menerima 16 ribu informasi berasal dari masyarakat, tetapi pembunuhnya selalu tetap menjadi buron.

Polisi sempat mengeluarkan sayembara bagi pihak lain, juga masyarakat, yang mengetahui identitas atau menangkap pembunuh tersebut. Bahkan polisi menambah hadiah uang berasal dari 3 juta yen menjadi 20 juta yen. Kini tim penegak hukum yang tetap ditugaskan secara full time mengutarakan kasus pembunuhan itu berjumlah 40 orang.

Polisi Tokyo juga udah laksanakan tes deoxyribonucleic acid (DNA) pada bercak darah memiliki pelaku yang diketahui bergolongan A. Dari pemikiran tes DNA, pelaku diketahui memiliki ibu keturunan Eropa. Kemungkinan berasal berasal dari negara dekat Laut Mediteranian atau Laut Adriatik.

Dari pemikiran kromosom Y, diketahui papa si pembunuh adalah keturunan Asia, seperti Korea, China, dan Jepang. Pelaku diyakini memiliki tinggi badan kurang lebih 170 cm dengan tubuh kurus. Tim tertentu berasal dari Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo bekerja serupa dengan para penyelidik berasal dari luar negeri untuk mengungkapnya.

Yang menarik, temuan terakhir adalah pelaku dianggap seorang pria berasal berasal dari Korea Selatan yang disebut sebagai ‘K’. Sementara itu, di didalam buku berjudul Setagaya Ikka Satsujin Jiken: Jugonen-me nomor Shin Jijitsu (Kasus Pembunuhan Keluarga Setagaya: 15 Tahun, Fakta-fakta Baru) yang ditulis oleh Fumiya Ichihashi pada 5 Desember 2015, disebut inisial pelaku lainnya adalah ‘R’.

Ichihashi, mantan jurnalis investigasi kawakan Jepang berasal dari Mainichi Shimbun, menyatakan bukti yang ditemukan di TKP adalah partikel tanah/pasir yang ditelusuri ke Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan. Dia menduga pelaku memiliki motif uang. Pasalnya, pelaku dianggap mengetahui betul mengenai warga di kawasan Kamisoshigaya menerima uang tukar penggusuran.

Pelaku yang dianggap bernama ‘K’ ini udah menyuruh pelaku bernama ‘R’ untuk laksanakan eksekusi. Ichihashi juga mengklaim udah laksanakan ‘kontak’ dengan ‘R’, yang dilukiskan sebagai mantan bagian militer Korea Selatan. Dia berhasil mendapatkan sidik jari R, yang diyakini serupa dengan sidik jari yang ditemukan polisi di TKP.

Tapi buku itu tetap merupakan teka-teki penuh misteri dan sarat dugaan belaka. Publik tidak pernah terasa suka bila pelaku belum tertangkap. Lebih-lebih bagi keluarga korban pembunuhan tersebut, yang tunggu keadilan.

You May Also Like

More From Author